Kameswara, Raja Kediri (1180-1190) melakukan perjalanan suci ke Gunung Semeru dan danau suci Ranu Kumbolo untuk bersemadi. Demikian prasasti Ranu Kumbolo menuliskan. Di danau suci itu saya menemukan anggrek endemik yang mengisi keranjang mimpi.

Bunga kecil warna oranye itu menyembul di celah batang cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Batangnya berlekuk kelabu sebagaimana JB. Comber mengabadikan dalam sampul Orchids of Java (1990). Sejak tahun 1999, ketika saya pertama kali melihat buku itu, keranjang mimpi itu terisi, saya ingin melihatnya di habitat aslinya. Dendrobium jacobsonii, tumbuh di ketinggian 2300mdpl-3000mdpl, kerap terlihat di dua gunung yaitu Semeru dan Lawu. Saya berada di ketinggian 2700mdpl, ketika saya bertemu dengannya. Sementara dari jauhan, kabut melata di wajah danau Ranu Kumbolo.
“Ranu Kumbolo luasnya 15 hektar. Kalian boleh nge-camp di sana, tetapi ingat caranya mengambil air dan tidak membuang sampah. Dulu Ranu Kumbolo adalah danau suci, itu harus kita hormati,” kata Cak Yo, SAVER (Sahabat Volunteer Semeru) pada pembekalan pendaki yang akan naik ke Ranu Kumbolo maupun menuju puncak Semeru (3676mdpl). Sejak film 5Cm diluncurkan tahun 2012, kunjungan ke Semeru meningkat tajam. Hingga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menetapkan kuota, maksimal 500 pendaki per hari.
Kini, harus melengkapi diri dengan surat sehat dari dokter, perlengkapan pendakian yang dicek oleh relawan, mengisi SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) form perjanjian bermaterai untuk membawa sampah turun, dan tidak boleh mencuci atau mandi di Ranu Kumbolo. Jika melakukan aktivitas yang berkaitan dengan air, maka harus mengambil air dengan wadah dan harus menjauh setidaknya 10m dari bibir danau. Tujuannya, agar air yang masuk ke danau sudah tersaring tanah dan jernih kembali.

Pendaki Berselop Warna Pelangi
Kami mendaki bertiga ( saya, Ariek Firmansyah, dan Diana) pada akhir April 2017. Pukul 19.00 WIB kami sampai di loket Ranu Pani. Usai mengisi surat formulir perbekalan dan SIMAKSI, kami tidak bisa melanjutkan perjalanan karena jalur sudah ditutup sejak pukul 16.00 WIB, batas akhir pendakian. Sambil menunggu esok, pendaki bisa membuka tenda di sekitar loket, di penginapan Ranu Pani maupun di Ranu Regulo. Danau berjarak 200m dari loket inilah yang kami pilih untuk bermalam dengan tenda. Ranu Regulo ini cocok untuk kemah keluarga karena tidak perlu mendaki dan pemandangannya indah.
Senyap, meski ada 400 orang pendaki yang mendaftar bersama kami, hanya ada 2 tenda yang menginap di Ranu Regulo. Pemandangan saat terang tanah adalah hamparan kabut menyelimuti danau. Menjelang matahari terbit, gerak kabut itu semakin cepat mengambang di danau seluas 2 hektar itu, akhirnya menipis menjelang siang.
Sebelum kabut betul-betul menghilang, kami sudah bergerak ke Ranu Pani untuk mengikuti pembekalan bersama ratusan pendaki lain. Rute pendakian Semeru adalah Ranu Pani kemudian melewati 4 pos menuju Ranu Kumbolo. Selanjutnya naik di Tanjakan Cinta, melewati savana Oro Oro Ombo (tempat berfoto dengan hamparan Verbena ungu), lanjut ke Cemara Kandang, Jambangan, camp di Kalimati baru ke puncak. Meski tujuan kami “hanya” Ranu Kumbolo yang ditempuh 4-5 jam perjalanan, tetap dengan perbekalan lengkap. Satu orang satu kantong tidur, sepatu trekking, makanan, dan lengkap dengan peralatan masak.
Hanya kenyataannya tidak semua taat. Ketika kami memasuki gerbang pendakian, kami melihat pendaki mengenakan selop kulit warna pelangi seperti untuk pesta, selain juga celana ketat berbahan denim. Busana ini bukan soal gaya, melainkan soal keselamatan di alam bebas. Sepatu trekking didesain untuk melindungi kaki dari cedera ketika berjalan dan menempuh medan yang tak selalu datar. Solnya pun didesain untuk tidak gampang jatuh. Sandal selop tentu tidak cocok untuk mendaki, licin dan membahayakan. Tergelincir bisa masuk jurang dan fatal.
Sedangkan celana denim sifatnya lebih dingin bila berada di ketinggian, kaku menggesek kulit. Bahan ini tidak disarankan, apalagi untuk pendakian Semeru dengan suhu terkadang bisa sampai -1 derajad celcius. Busana dengan bahan lembut dan menghangatkan disarankan agar terhindar dari hipotermia.
Tak hanya itu, packing para pendaki pun banyak yang salah. Banyak barang digantung di luar tas, bahkan ditenteng yang tentu saja menyulitkan perjalanan karena lekas lelah. Sibuk konsentrasi pada barang dan lupa keselamatan.
Memang, kini Semeru memanjakan pendaki. Selain jalannya relatif datar hingga sampai ke Ranu Kumbolo, setiap pos ada sinyal yang bisa menelepon dan ada yang menjual makanan (warung permanen). Warung ini menyediakan minuman, semangka, pisang, dan gorengan yang buka setiap akhir pekan atau ketika libur panjang. Warung bisa ditemui sampai pos Kalimati. Bisa dibayangkan, ketika mencari senyap di gunung, maka tujuan ini tak tercapai, khususnya di sepanjang jalur pendakian.
Senyap itu saya dapatkan ketika keluar tenda pukul 01.00 WIB di Ranu Kumbolo. Hujan baru saja selesai ketika langit menghampar galaksi Bima Sakti sementara para pendaki kebanyakan lelap. Remang wajah Ranu Kumbolo yang diselimuti kabut, pekat dan rekat dalam ingatan. Sementara beragam jenis anggrek yang menjadi tujuan saya untuk melihat di habitat asli adalah warna indah perjalanan 3 hari 2 malam ini.
Teks/Foto: Titik Kartitiani
1 Comment
[…] Ya, gunung itu. April silam saya menyambanginya. Berbeda dengan pendaki yang di kereta ini, yang tampak “terdidik†untuk hidup di alam bebas, 400-an pendaki yang naik pada tanggal bersamaan dengan saya hari itu tak semua memiliki persiapan yang memadahi. Sejak film 5 CM, pendaki Semeru semakin banyak dan kerap mengabaikan perlengkapan meski sudah dirazia di pos Ranupani. Hanya, 400 pendaki per hari, berapa relawan yang sanggup membongkar tas satu demi satu? Catatannya di sini. […]